Puisi Karya Sapardi Djoko Damono

Posted by Unknown Minggu, 23 Juni 2013 0 komentar

 
 HUJAN BULAN JUNI 
tak ada yang lebih tabah  
 dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya 
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak 
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya 
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif 
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan 
diserap akar pohon bunga itu


KUTERKA GERIMIS
Kuterka gerimis mulai gugur 
  Kaukah yang melintas di antara korek api dan ujung rokokku 
  sambil melepaskan isarat yang sudah sejak lama kulupakan kuncinya itu

Seperti nanah yang meleleh dari ujung-ujung jarum jam dinding yang berhimpit ke atas itu 
  Seperti badai rintik-rintik yang di luar itu 

Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982.


AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana 
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana 
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


SAJAK DESEMBER







kutanggalkan mantel serta topiku yang tua 
ketika daun penanggalan gugur



lewat tengah malam. kemudian kuhitung 
hutang-hutangku pada-Mu



mendadak terasa: betapa miskinnya diriku; 
di luar hujan pun masih kudengar



dari celah-celah jendela. ada yang terbaring



di kursi letih sekali 
masih patutkah kuhitung segala milikku



selembar celana dan selembar baju 
ketika kusebut berulang nama-Mu; taram



temaram bayang, bianglala itu








PADA SUATU PAGI HARI  




Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis 
sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu.



Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi 
agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.



  
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk



 memecahkan cermin membakar tempat tidur. 
Ia hanya ingin menangis lirih saja



sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik rintik di lorong sepi pada suatu pagi.







HATIKU SELEMBAR DAUN







hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;



nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;



ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;



sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.







Perahu Kertas, 
Kumpulan Sajak,



1982.








TAJAM HUJANMU
tajam hujanmu
ini sudah terlanjur mencintaimu: 
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu, 
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya, 
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu 
sembilu hujanmu

























Baca Selengkapnya ....

PUISI TENTANG IBU - Karya D.Zawawi Imron

Posted by Unknown 0 komentar



IBU


kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sarisari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang meyerbak bau sayang, ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu

(Batang-Batang - Madura)
 





Baca Selengkapnya ....

Kumpulan Puisi D.Zawawi Imron - Bulan Tertusuk Lalang

Posted by Unknown 3 komentar


Minggu, 22 Juni 2013 

Kumpulan Puisi D.Zawawi Imron - Bulan Tertusuk Lalang






BULAN TERTUSUK LALANG

Bulan Tertusuk Lalang 
bulan rebah
  angin lelah di atas kandang
 cicit-cicit kelelawar
 menghimbau di ubun bukit
 di mana kelak kujemput anak cucuku
 menuntun sapi berpasang-pasang
 angin termangu di pohon asam
 bulan tertusuk lalang
 tapi malam yang penuh belas kasihan
 menerima semesta bayang-bayang
 dengan mesra menidurkannya
 dalam ranjang-ranjang nyanyian

1978

SENANDUNG NELAYAN
 
 angin yang kini letih
bersujud di pelupuk ibu
laut! apakah pada debur ombakmu
terangkum sunyi ajalku?
oi, buih-buih zaman saling memburu

kali ini doaku lumpuh 
gagal mengusap tujuh penjuru
pada siapa ‘kan kulepas napas cemburu? 
jika sebutir airmata adalah permata
tolong simpan di jantung telukmu! 
dari bisik ke bisik perahu beringsut maju

jika nanti bulan datang menyingkap teka-tekimu
tak sia-sia kujilat luka purba 
tempat senyum menetas
jadi iman dan layar

1976

SUNGAI KECIL

sungai kecil, sungai kecil! dimanakah engkau telah kulihat?
 antara cirebon dan purwokerto ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daun-
 daun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam doaku

sungai kecil, sungai kecil! terangkanlah kepadaku, di manakah negeri asalmu?
 di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
 mudah melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar
 para perampok yang mandi merasakan sejuk airmu
 sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
 dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! kau yang jelita kutembangkan buat kasihku        

1980

KETEMU JUGA AKHIRNYA

kucari sosok tubuhmu 
pada bias sukma di langit
meski langit tak mungkin secantik kenangan
 nyatanya kau termangu di tikung sungai
 merenungi percakapan daging dan tulang
 ketemu juga akhirnya
 bayang-bayang yang akan kekal
 terkatung pada ranting penyesalan
 kalau besok kubangun bendungan di sungai hijau
 maka air harus mengalir
 menyusul roh-roh yang belum pulang
 1979

KOLAM

kutunjukkan padamu sebuah kolam
 hai, jangan tergesa engkau menyelam!
di situ sedang mekar setangkai kata
 yang para pendeta tak tahu maknanya
 dari manakah seekor capung yang biru itu?
 ia datang tanpa salam dan pergi tanpa pamitan
 tapi ekornya
 jelas menuding pusat keheningan
 ketika langit jadi gulita
 senandung malam makin mendasar
 dari kolam itu tumbuh keikhlasan
 mengajarkan sujud yang paling tunjam

1979

DI BUKIT WAHYU

Tengah hari di bukit wahyu kubaca Puisi-Mu. Aku tak tahu manakah yang lebih biru, langitkah atau hatiku?
 “Kun!” perintah-Mu. Maka terjadilah alam, rahmat dan sorga. Bahkan di hidung anjing Kaubedakan sejuta bau.
 Dalam jiwaku kini hinggap sehelai daun yang gugur.
Selanjutnya senandung, lalu matahari mundur ke ufuk timur, waktu pun kembali pagi. Di mata embun membias rentetan riwa-yat, mengeja-ngeja desir darahku. ada selubung lepas dariku, angin pun bangkit dari paruh kepodang di pucuk pohon   kenanga.

1979

KERAPAN

1
saronen itu ditiup orang
darah langit jatuh di padang, hatimu yang ditapai menjadi
 sarapan siang
 biarkan maut menghimbau, karena jejakmu telah diangkut
orang ke sampan
 sampai kapan ya, ujung lalang itu menyentuh awan?

ah, harum nangkamu menerbangkanku ke bintang
 tapi ekorku panjang disentak anak di bumi
hingga aku turun kembali

tanduk yang dibungkus beludru itu jangan dibuka, nanti matahari pecah olehnya
 mendung, wahai mendung!
 jangan curahkan tangismu
 sebelum daun jati sempurna ranggasnya
 maka daun-daun siwalan berayun karena angin tak henti bersiul
 dan kalau putus nadimu, jangan khawatir
 denyutmu akan terus hidup di laut

3
 sepasang sapi dengan lari yang kencang membawaku ke garis
 kemenangan
 arya wiraraja! perlukan aku menang
 aku meloncat dan terjun di lapangan
 aku tertidur dan mimpiku aneh,
 kuterima piala
 berupa sebuah tengkorak
 yang dari dalam berdentang sebuah lonceng

4
 sapi! barangkali engkaulah anak yang lahir tanpa tangis
 suaramu jauh malam menderaskan kibaran panji
 larimu kencang melangkahi rindu sehingga topan senang
 mengecup dahimu
 jangan mungkir, bulan telah tidur dalam hatimu
 bisikmu lirih menipiskan pisau yang akan memotong lehermu
 bila kau tak sanggup berpacu lagi
 dari hati tuanmu kini terdengar semerbak bumbu

5
 soronen itu masih saja ditiup orang
 embun terangkat, kaki-kaki mengalir
 dari saujana ke saujana
 tuhan!
 tanah lapang itu tak seberapa jauh

1978

Saronen = serunai untuk mengiringi kerapan sapi di Madura


Baca Selengkapnya ....
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of vitrisukses.